PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KOTA
ERA
RENAISSANCE
ISMA
SASMITA : 211-02-084
FAKULTAS
TEKNIK
JURUSAN
TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KENDARI
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Rabb pencipta alam semesta,pengatur segala urusan makhluknya,raja
segala raja,tidak ada sekutu
bagi-NYA tiada tuhan yang diibadahi
dengan benar kecuali dia yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Berkenaan
dengan adanya tugas perencanaan dan perancangan kota penulis mengambil judul Era abad pertengahan, era Renaissance, dan
era Baroque. Isi dari penyusunan tugas ini merupakan apresiasi kami
mahasiswa Teknik Arsitektur dalam pengenalan sejarah ataupun sub- sub dalam
perancangan dan perancangan kota itu sendiri.
Penyusunan
tugas ini mampu diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karna itu
penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak tersebut yang telah
memberikan bantuan yang tak terhingga. penyusun sadar bahwa tak ada gading yang
tak retak mungkin disana sini masih terdapat kelemahan-kelemahan dan kekurang
sempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif penulis
senantiasa nantikan
Kendari,
11 mei 2014
Penyusun
BAB 1
TINJAUAN
PUSTAKA
1. ERA RENAISSANCE
Renaissance sendiri mempunyai arti kelahiran kembali yaitu dimana pada masa
ini menghidupkan kembali kebudayaan masa lalu, budaya-budaya klasik pengaruh
zaman Romawi dan Yunani. Era Renaissance ini dimulai dari abad XIV-XVII sekitar tahun 1300. Pada masa ini, dunia keagamaan
berkembang dengan pesat, terutama agama Kristen, sehingga pengaruh otorita
seorang pemimpin gereja sangat kuat. Bersamaan dengan itu adalah tumbuhnya dan
berseminya benih-benih ambisius dari ilmu untuk men-jajarkan diri dengan agama,
yang pada saatnya nanti, akan menggantikan agama dalam perannya sebagai
“penguasa semesta dan penguasa manusia”. Mereka pun menganggap abad renaissance
ini sebagai satu-satunya masa yang membawa perubahan mendasar bagi umat
manusia, yaitu paham yang menaruh perhatian pada masalah dunia, masyarakat yang
praktis dan sadar diri serta perubahan sekuler. Tidak seperti masa sebelumnya
yang lebih menitik beratkan pada masalah keagamaan serta perhatian pada
akhirat.
Tak hanya kehidupan sosial masyarakat dan religi yang sangat kuat, namun
juga memiliki arsitektur yang berbeda. Di masa ini para arsitektur dan seniman
ikut berusaha menghidupkan kembali kebudayaan klasik zaman Yunani dan Romawi
namun dengan pemikirannya sendiri. Arsitektur Renaissanse (yang berjaya dalam
abad 15–17 M) memperlihatkan sejumlah ciri khas arsitektur.
Dalam masa Renaissance ini terjalinlah kesatuan gerak
dalam berarsitektur, yakni kesa-tuan gerak nalar dan gerak rasa. Di masa ini
pula arsitektur Yunani dan Romawi ditafsir kembali (reinterpretation) dengan
menggunakan nalar (di-matematik-kan) dengan tetap mempertahankan rupa-pokok
Yunani (pedimen dan pilar/kolom yang menandai konstruksi balok dipikul tiang))
serta Romawi (bangun dan konstruksi busur, yakni konstruksi bagi hadirnya lubangan
pada konstruksi dinding pemikul). Setelah tahun 1600-an, arsitektur Renaisans
mulai meninggalkan gaya-gaya klasik, kemudian disambung dengan kebudayaan Barok
(Baroque) dan Rococo. Barok dan Rococo dianggap merupakan bentuk dari
kebudayaan Renaisans.
A. Ciri-ciri Umum bangunan di
era renainssance.
·
Pola tata ruang ( di luar
benteng) (extra-muros >< intra muros
·
Bentuk dan
pandangan dari luar cenderung mendatar.
·
garis-garis horisontal dari
dekorasi, bertolak belakang dengn Gotik
·
Bangunan melebar, datar, dan
tipis (lebar banding panjang berbedanya besar)
·
Garis-garis lantai di bawah dan
di atas diekspos menjadi garis horisontal, terkesan yang satu menumpuk di atas
lainnya.
·
Bangunan-bangunan umum penting
(istana, gereja, balaikota dll) diletakkan dalam ujung sumbu jalan atau taman
luas terbuka
B. Faktor-faktor
Munculnya Renaissance
Middle Age merupakan
zaman dimana Eropa sedang mengalami masa suram. Berbagai kreativitas sangat
diatur oleh gereja. Dominasai gereja sangat kuat dalam berbagai aspek
kehidupan. Agama Kristen sangat mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah. Seolah raja tidak mempunyai kekuasaan, justru malah gereja lah
yang mengatur pemerintahan. Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan gereja,
tetapi hal-hal yang merugikan gereka akan mendapat balasan yang sangat kejam.
Contohnya, pembunuhan Copernicus mengenai teori tata surya yang menyebutkan
bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari
gereja sehingga Copernicus dibunuhnya.
Pemikiran manusia pada Abad
Pertengahan ini mendapat doktrinasi dari gereja. Hidup seseorang selalu
dikaitkan dengan tujuan akhir (ekstologi). Kehidupan manusia pada hakekatnya
sudah ditentukan oleh Tuhan. Maka tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan.
Pemikiran tentang ilmu pengetahuan banyak diarahkan kepada theology. Pemikiran
filsafat berkembang sehingga lahir filsafat scholastik yaitu suatu
pemikiran filsafat yang dilandasi pada agama dan untuk alat pembenaran agama.
Oleh karena itu disebut Dark Age atau Zaman Kegelapan.
Dengan adanya berbagai pembatasan
yang dilakukan pihak pemerintah atas saran dari gereja maka timbulah sebuah
gerakan kultural, pada awalnya merupakan pembaharuan di bidang kejiwaan,
kemasyarakatan, dan kegerejaan di Italia pada pertengahan abad XIV. Sebelum
gereja mempunyai peran penting dalam pemerintahan, golongan ksatria hidup dalam
kemewahan, kemegahan, keperkasaan dan kemasyuran. Namun, ketika dominasi gereja
mulai berpengaruh maka hal seperti itu tidak mereka peroleh sehingga timbullah
semangat renaissance.
Menurut Ernst Gombrich munculnya
renaissance sebagai suatu gerak kembali di dalam seni, artinya bahwa
renaissance tidak dipengaruhi oleh ide-ide baru. Misalnya, gerakan
Pra-Raphaelite atau Fauvist merupakan gerakan kesederhanaan primitif setelah
kekayaan gaya Gotik Internasional yang penuh hiasan.
Menurut Prancis Michel De Certeau
renaissance muncul karena bubarnya jaringan-jaringan sosial lama dan
pertumbuhan elite baru yang terspesialisasi sehingga gereja berusaha untuk
kembali mendesak kendali dan manyatukan kembali masyarakat lewat pemakaian
berbagai teknik visual-dengan cara-cara mengadakan pameran untuk mengilhami
kepercayaan, khotbah-khotbah bertarget dengan menggunakan citra-citra dan
teladan-teladan dan sebagainya yang diambil dari pemikiran budaya klasik
sehingga dapat mempersatukan kembali gereja yang terpecah-belah akibat skisma
(perang agama).
Renaissance muncul dari timbulnya
kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan mengubah perasaan pesimistis
(zaman Abad Pertengahan) menjadi optimistis. Hal ini juga menyebabkan
dihapuskannya system stratifikasi sosial masyarakat agraris yang feodalistik.
Maka kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan feodal menjadi masyarakat yang
bebas. Termasuk kebebasan untuk melepaskan diri dari ikatan agama sehingga
menemukan dirinya sendiri dan menjadi focus kemajuan. Antroposentrisme
menjadi pandangan hidup dengan humanisme menjadi pegangan sehari-hari. Selain itu adanya dukungan dari keluarga saudagar kaya
semakin menggelorakan semangat Renaissance sehingga menyebar ke seluruh
Italia dan Eropa.
C. Karakteristik
Renaissance
Renaissance merupakan titik awal dari sebuah
peradaban modern di Eropa. Essensi dari semangat Renaissance salah satunya
adalah pandangan manusia bukan hanya memikirkan nasib di akhirat seperti
semangat Abad Tengah, tetapi mereka harus memikirkan hidupnya di dunia ini.
Renaissance menjadikan manusia lahir ke dunia untuk mengolah, menyempurnakan
dan menikmati dunia ini baru setelah itu menengadah ke surga. Nasib manusia di
tangan manusia, penderitaan, kesengsaraan dan kenistaan di dunia bukanlah
takdir Allah melainkan suatu keadaan yang dapat diperbaiki dan diatasi oleh
kekuatan manusia dengan akal budi, otonomi dan bakat-baktnya. Manusia bukan
budak melainkan majikan atas dirinya. Inilah semangat humanis, semangat manusia
baru yang oleh Cicero dikatakan dapat dipelajari melalui bidang sastra,
filsafat, retorika, sejarah dan hukum.
Dengan
semakin kuatnya Renaissance sekularisasi berjalan makin kuat. Hal ini
menyebabkan agama semakin diremehkan bahkan kadang digunakan untuk kepentingan
sekulerisasi itu sendiri. Semboyan mereka “religion
was not highest expression of human values”. Bahkan salah seorang
yang dilukiskan sebagai manusia ideal renaissance Leon Batista Alberti
(1404-1472), secara tegas berani mengatakan “Man
can do all things if they will”. Renaissance
mengajarkan kepada manusia untuk memanfaatkan kemampuan dan pengetahuannya bagi
pelayanan kepada sesama. Manusia hendaknya menjalani kehidupan secara aktif
memikirkan kepentingan umum bukan hidup bersenang-senang dalam belenggu moral
dan ilmu pengetahuan di menara gading. Manusia harus berperan aktif dalam
kehidupan, bukan sifat pasif seraya pasrah pada takdir. Namun, manusia menjadi
pusat segala hal dalam kehidupan atau Antoposentrisme.
Manusia
renaissance harus berani memuji dirinya sendiri, mengutamakan kemampuannya
dalam berfikir dan bertindak secara bertanggung jawab, menghasilkan karya seni
dan mengarahkan nasibnya kepada sesama. Keinginan manusia untuk menonjolkan
diri baik dari keindahan jasmani maupun kemampuan intelektual-intelektualnya.
Keinginannya itu dituangkan dalam berbagai karya seni sastra, seni lukis, seni
pahat, seni music dan lain-lain. Ekspresi daya kemampuan manusia terus berkembang
sampai saat ini sehingga di zaman modern ini pun tidak ada lagi segi kehidupan
manusia yang tidak ditonjolkan.
D. Teori-teori Arsitektur Renaissance
Perkembangan teori arsitektur yang dipakai para arsitek pada masa Renaissance percaya bahwa bangunan mereka harus menjadi satu bagian dari suatu tata aturan yang lebih tinggi. Mereka kembali pada sistem proporsi matematis Yunani sehingga timbul pengertian arsitektur adalah matematika yang diterjemahkan dalam satuan-satuan ruang. Pengembangan teori-teori Renaissance banyak mengacu pada falsafah yang dibuat oleh Plato, Pythagoras dan Aristoteles. Teori Plato melihat bahwa keindahan alami muncul melalui adanya garis, lingkaran, dan permukaan yang menghasilkan bentuk dan volume geometris yang absolut. Teori Pythagoras merupakan dasar pengembangan rasio perbandingan yang
membentuk dasar bagi proporsi-proporsi arsitektural dengan mencoba perhitungan Matematis untuk membentuk suatu yang Estetis. Teori Aristoteles mengemukakan teori ruang sebagai tempat dan terbatasnya
Kosmos yang kemudian berkembang sampai dengan timbulnya konsep”Ruang Cartesian”. Teori ini menyatakan bahwa panjang, lebar dan ketebalan membentuk wujud keteraturan geometris seperti grid dua atau tiga dimensi (konsep geometri ruang). Gabungan dari beberapa teori terdahulu dengan teori Vitruvius menghasilkan teori Proporsi pada Renaissance yang mengutamakan KEHARMONISAN.
Perkembangan teori arsitektur yang dipakai para arsitek pada masa Renaissance percaya bahwa bangunan mereka harus menjadi satu bagian dari suatu tata aturan yang lebih tinggi. Mereka kembali pada sistem proporsi matematis Yunani sehingga timbul pengertian arsitektur adalah matematika yang diterjemahkan dalam satuan-satuan ruang. Pengembangan teori-teori Renaissance banyak mengacu pada falsafah yang dibuat oleh Plato, Pythagoras dan Aristoteles. Teori Plato melihat bahwa keindahan alami muncul melalui adanya garis, lingkaran, dan permukaan yang menghasilkan bentuk dan volume geometris yang absolut. Teori Pythagoras merupakan dasar pengembangan rasio perbandingan yang
membentuk dasar bagi proporsi-proporsi arsitektural dengan mencoba perhitungan Matematis untuk membentuk suatu yang Estetis. Teori Aristoteles mengemukakan teori ruang sebagai tempat dan terbatasnya
Kosmos yang kemudian berkembang sampai dengan timbulnya konsep”Ruang Cartesian”. Teori ini menyatakan bahwa panjang, lebar dan ketebalan membentuk wujud keteraturan geometris seperti grid dua atau tiga dimensi (konsep geometri ruang). Gabungan dari beberapa teori terdahulu dengan teori Vitruvius menghasilkan teori Proporsi pada Renaissance yang mengutamakan KEHARMONISAN.
Proporsi,
Adalah perbandingan antara tiap-tiap dimensi sehingga menghasilkan keseimbangan dimensi. Teori ini diterapkan berdasar pada penerapan tubuh manusia melalui sistem-sistem geometris dan matematis yang menghasilkan bentuk-bentuk yang unik dan sistem-sistem universal. Teori Proporsi yang diterapkan Andrea Palladio (1508 – 1580) menegaskan adanya tujuh buah ruang yang paling indah proporsinya, yaitu berupa “Tujuh Bentuk Denah Ruang-Ruang yang Ideal” (Lihat Gambar). Selain itu Palladio mengusulkan
beberapa cara untuk menentukan ketinggian yang benar, untuk ruang-ruang yang memiliki langit-langit datar, tinggi ruang seharusnya 1/3 lebih besar dari pada lebarnya. Palladio menggunakan Pythagoras untuk menentukan tingginya ruang dengan menggunakan matematika, geometri dan harmoni.
MATEMATIS : C – B / B – A = C / C misalnya 1,2,3 atau 6,9,12
GEOMETRIS : C – B / B – A = C / B eg. 1,2,4 atau 4,6,9
HARMONIK : C – B / B – A = C / A eg. 2,3,6 atau 6,8,12
Hukum Pythagoras menyatakan bahwa “segala sesuatu diatur menurut angka-angka”. Plato mengembangkan estetika Pythagoras tentang angka-angka menjadi proporsi estetika dengan menciptakan segiempat-segiempat bujur sangkar dan kubus-kubus peningkatan angka sederhana untuk menciptakan penambahan-
penambahan yang dua maupun 3 x lipat. Deret angka 1, 2, 4, 8, dan 1, 3, 9, 27 ini mengungkapkan struktur alam yang harmonis. Teori Renaissance mengembangkan rasio-rasio tersebut tidak hanya pada dimensi sebuah ruang atau façade, tetapi juga di dalam proporsi-proporsi kaitan ruang-ruang dari suatu urutan ruang-ruang atau suatu denah keseluruhan.
Balance,
Teori ini mengemukakan tentang keseimbangan dalam bentuk, dimensi dan rasio. Keseimbangan ini dibuat melalui suatu yang „Simetris‟ atau „Asimetris‟. Simetris adalah kasus spesial dariprinsip „koheren‟ tiap-tiap elemen. Dari simetri ini dihasilkan sumbu-sumbu atau axis, yang dapat memberikan kesan formal dan
religius. Simetri dalam Arsitektur Renaissance, menjadi : Simetri dengan prinsip-prinsip Estetika. Memperhatikan keselarasan (harmoni), seperti yang dipakai oleh Palladio atau memperhatikan
kekuatan simbol-simbol bangunan religius seperti karya-karya Michelangelo. Simetri dengan prinsip-prinsip Konstruktif. Menggunakan rasionalitas dengan aturan-aturan statik untuk membentuk bentang sederhana,
rangka, busur, dome dan lain-lain.
Geometri.
Geometri pada teori Renaissance terhadap bentuk, dimensi dan rasio menerapkan pendekatan terhadap proporsi melalui struktur tubuh manusia yang diterapkan pada elemen-elemen arsitektur. Analogi antara proporsi tubuh dengan bangunan menjadikan arsitektur mempunyai perbendaharaan istilah „façade‟, „kulit
bangunan‟, „skeleton‟, serta yang hubungan antara ukuran, bentuk dan gerak berupa „skala manusia‟.
Adalah perbandingan antara tiap-tiap dimensi sehingga menghasilkan keseimbangan dimensi. Teori ini diterapkan berdasar pada penerapan tubuh manusia melalui sistem-sistem geometris dan matematis yang menghasilkan bentuk-bentuk yang unik dan sistem-sistem universal. Teori Proporsi yang diterapkan Andrea Palladio (1508 – 1580) menegaskan adanya tujuh buah ruang yang paling indah proporsinya, yaitu berupa “Tujuh Bentuk Denah Ruang-Ruang yang Ideal” (Lihat Gambar). Selain itu Palladio mengusulkan
beberapa cara untuk menentukan ketinggian yang benar, untuk ruang-ruang yang memiliki langit-langit datar, tinggi ruang seharusnya 1/3 lebih besar dari pada lebarnya. Palladio menggunakan Pythagoras untuk menentukan tingginya ruang dengan menggunakan matematika, geometri dan harmoni.
MATEMATIS : C – B / B – A = C / C misalnya 1,2,3 atau 6,9,12
GEOMETRIS : C – B / B – A = C / B eg. 1,2,4 atau 4,6,9
HARMONIK : C – B / B – A = C / A eg. 2,3,6 atau 6,8,12
Hukum Pythagoras menyatakan bahwa “segala sesuatu diatur menurut angka-angka”. Plato mengembangkan estetika Pythagoras tentang angka-angka menjadi proporsi estetika dengan menciptakan segiempat-segiempat bujur sangkar dan kubus-kubus peningkatan angka sederhana untuk menciptakan penambahan-
penambahan yang dua maupun 3 x lipat. Deret angka 1, 2, 4, 8, dan 1, 3, 9, 27 ini mengungkapkan struktur alam yang harmonis. Teori Renaissance mengembangkan rasio-rasio tersebut tidak hanya pada dimensi sebuah ruang atau façade, tetapi juga di dalam proporsi-proporsi kaitan ruang-ruang dari suatu urutan ruang-ruang atau suatu denah keseluruhan.
Balance,
Teori ini mengemukakan tentang keseimbangan dalam bentuk, dimensi dan rasio. Keseimbangan ini dibuat melalui suatu yang „Simetris‟ atau „Asimetris‟. Simetris adalah kasus spesial dariprinsip „koheren‟ tiap-tiap elemen. Dari simetri ini dihasilkan sumbu-sumbu atau axis, yang dapat memberikan kesan formal dan
religius. Simetri dalam Arsitektur Renaissance, menjadi : Simetri dengan prinsip-prinsip Estetika. Memperhatikan keselarasan (harmoni), seperti yang dipakai oleh Palladio atau memperhatikan
kekuatan simbol-simbol bangunan religius seperti karya-karya Michelangelo. Simetri dengan prinsip-prinsip Konstruktif. Menggunakan rasionalitas dengan aturan-aturan statik untuk membentuk bentang sederhana,
rangka, busur, dome dan lain-lain.
Geometri.
Geometri pada teori Renaissance terhadap bentuk, dimensi dan rasio menerapkan pendekatan terhadap proporsi melalui struktur tubuh manusia yang diterapkan pada elemen-elemen arsitektur. Analogi antara proporsi tubuh dengan bangunan menjadikan arsitektur mempunyai perbendaharaan istilah „façade‟, „kulit
bangunan‟, „skeleton‟, serta yang hubungan antara ukuran, bentuk dan gerak berupa „skala manusia‟.
Perspektif
Teori Perspektif pada masa Renaissance diawali oleh Brunelleschi yang menerapkan perspektif dalam pengembangan arsitektur terhadap „Ruang dan Bentuk‟. Hal ini tampak pada karyanya Piazza Del Campidoglio di Roma. Pengembangan prinsip perspektif ini jelas dipengaruhi oleh pemahaman baru
terhadap kaidah optik.
Teknologi
Teknologi sangat mendukung dalam pengembangan konsep-konsep dan teori arsitektur Renaissance. Pertama adalah ilmu pertukangan yang mendapat kemudahan karena penemuan teknik penyajian stereotomy karya Delorme (1510–1570). Teknik ini dapat menggambarkan pembuatan „busur‟ (vaulting) dengan batu
potongan. Hal ini kemudian dikembangkan pula oleh Gottfried Semper (1803-1879) dengan teori tentang tektonik. Semper mengatakan bahwa bahasa arsitektur adalah bahasa tangan yang perwujudannya adalah tektonik sedangkan ruang perlu diungkap melalui stereotomik. Bahasa tangan ini meliputi cara menyambung unsur konstruksi. Kedua adalah ilmu bangunan yang mengeluarkan tipe-tipe rumah, diikuti dengan perkembangan peraturan dan baku bangunan.
E. Prinsip
keindahan dan konsep desain arsitektur yang di jadikan sebagai dasar acuan bagi
arsitek renaisans adalah sebagai berikut :
1. Order atau keteraturan berarti keteraturan dalam memilih
komponen, konsisten dalam skala, logika hubungan antarkomponen,modul, dsb.
2. Eurithmy adalah keindahan dan keserasian antar komponen
arsitektur yang akhirnyamembentuk kesatuan arsitektonis dan proporsi yang indah
serta sesuai antara dimensi lebar, tinggi, dan kedalaman ruang.
3. Symmetry adalah keseimbangan antar bagian bangunan
4. Propriety adalah keterpaduan antara gaya atau prinsip bentuk
tertentu yang menjadikan bangunan memiliki sosok arsitektur yang sesuai dan
konsisten
5. Economy menunjukan
manajemen pelaksanaan yang baik dan biyaya yang masuk akal.
F.
Tokoh
Arsitek
Gereja
Basilika St. Petrus di Roma (Vatikan)
Pembangunan gereja
Basilika ini mulai tahun 1506, untuk menggantikan sebuah gereja yang sudah
berumur 1200 tahun, yang berdiri diatas makam St. Petrus (Zaman Kristen Awal).
Setelah para arsitek bersaing untuk mengajukan rancangannya, pemenangnya adalah
Donate Bramante. Kemudian para arsitek lainnya seperti Raffaelo dan
Michaelangelo berulangkali melakukan perubahan besar. Ketika Kathedral itu
selesai dibangun pada tahun 1623, hanya kubah besarnya saja rancangan
Michaelangelo yang menyerupai rencana asli.
Kubah Rancangan Michelangelo
Bagian dalam Basilika Santo Petrus berukuran 186 meter panjang bagian tengahnya, serta 137 meter panjang kedua bagian tangannya. Kubah Utama (tengah) yang dirancang oleh Michelangelo berada pada ketinggian 120 meter dari atas lantai basilika. Lebar dari kubah ini sendiri adalah 42,56 meter.
Pintu masuk basilika yang paling kanan disebut Porta Santa (Pintu Suci)
yang hanya boleh dibuka oleh Paus dengan jalan mengetuknya menggunakan Palu
Perak setiap 25 tahun sekali sebagai tahun Jubileum. Pembukaan Pintu suci yang
terakhir adalah tahun 2000 kemarin selama 1 tahun penuh mulai tanggal 24
Desember 1999 – 06 Januari 2001
Piazza St. Pietra dilihat dari atas
Gereja San Pietra (Gereja Santo Petrus)
Piazza St. Pietra dilihat dari atas Gereja San Pietra (Gereja Santo Petrus)
Di sebelah kanan bagian dalam
gereja terdapat patung “Pieta”, karya Michelangelo
yang dilindungi oleh kaca anti peluru dimana menggambarkan kesedihan mendalam
dari Bunda Maria yang sedang memangku tubuh Yesus sesudah diturunkan dari kayu
salib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar